15 Agustus 2008

Inggris Produsen Hooligans


KEKERASAN antar-fans tidak hanya terjadi pada derby. Fanatisme mereka bisa berwujud ke berbagai hal, salah satunya ke tim nasional. Selama ini, tindakan hooliganism identik dengan suporter Inggris. Tapi, apakah hanya Inggris yang memiliki catatan kelam para pendukung sepak bolanya?

Ternyata tidak. Tapi, Jika diperingkat, Inggris tetap menjadi juara. Pada awal 960-an, Federasi Sepak Bola Inggris (FA) berupaya menarik wakilnya dari turnamen klub Eropa karena maraknya aksi kekerasan suporter. Menginjak 1980-an, nama Inggris mulai disebut-sebut sebagai penghasil hooligans paling berbahaya di daratan Eropa.

Bahkan, dalam kompetisi seperti Piala Dunia atau Piala Eropa, jatah untuk suporter St George Cross lebih sedikit daripada kuota negara lain. Tragedi Stadion Heysel, Belgia, membuat Otoritas Sepak Bola Eropa (UEFA) mengambil keputusan tegas. Klub Inggris dilarang berkompetisi di tingkat klub Eropa selama lima tahun.

Suporter Liverpool dinyatakan bersalah lantaran menyebabkan kepanikan pendukung Juventus dalam final Piala Champions (cikal bakal Liga Champions). Gara-gara panik, tembok stadion runtuh dan 39 suporter Juventus tewas. Tapi, hal itu tidak membuat perkembangan hooliganism di negara lain di Eropa tak terlihat.

Namun, tak bisa dimungkiri, dalam aksinya, hooligans Italia, Hongaria, Jerman, Belanda, atau Prancis banyak menyontek pola suporter Inggris. Dalam laporan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA), kini aksi suporter Polandia mulai menimbulkan kekhawatiran di Benua Biru. Sementara itu di Jerman, aksi hooliganism dianggap sebagai kebangkitan aliran neo-fasis.

Meskipun negara lain juga memiliki hooligans, diyakini aksi kekerasan sepak bola Inggris lebih dominan lantaran tiga alasan. Pertama, karena klaim Inggris merupakan penemu sepak bola modern. Kedua, suporter Inggris selalu tampil sebagai biang onar. Ketiga, suporter Inggris lebih suka melakukan kekerasan di level internasional. Sedangkan hooliganism di negara lain berpusat pada klub. 

Alkohol, Biang Kerok Utama Hooliganism
Kerusuhan suporter marak kembali di Eropa beberapa bulan terakhir ini. Tapi, mengapa ini bisa terjadi? Salah satu faktor utamanya adalah alkohol. Dalam kehidupan warga Eropa, minuman beralkohol identik dengan maskulinitas.

Tapi, disadari atau tidak, alkohol justru banyak memberi efek negatif dalam dunia sepak bola. Biasanya, fans yang mabuk sulit mengontrol perilaku dan ucapannya yang bisa memancing emosi kelompok lain. Kemudian, timbullah perkelahian yang bisa dalam sekejap merembet pada perusakan fasilitas umum.

Statistik jadi bukti kebanyakan hooligans belakangan ini ”berhubungan saudara” dengan alkohol. Pada 2000/2001, contohnya, 928 atau 27% pengacau yang tertangkap polisi di liga domestik Inggris dan Wales dalam kondisi dikuasai alkohol. Itu menunjukkan betapa kuatnya alkohol sebagai motor penggerak kerusuhan dalam sepak bola.

Parahnya, orang-orang Britania Raya banyak mengonsumsi alkohol sepanjang pertandingan. Wajar jika negara-negara ini jadi ”penyumbang” hooligans terbanyak. Pendeknya, hubungan antara alkohol dan kerusuhan sangat berkaitan baik dengan budaya dan juga situasi. (zbc-Rabu, 6 Desember 2006)

Tidak ada komentar: